Rabu, 10 Agustus 2011

Adipura Sumenep Dipertanyakan


Sumenep -------
Penghargaan Adipura  diraih Kabupaten Sumenep tahun 2011 justru mengejutkan sebagian pihak. Di satu ada merasa  bangga, tapi di sisi lain justru mempertanyakan. Ini mengingat realitas di lapangan keterlibatan masyarakat dalam kesadaran kebersihan lingkungan diragukan. Padahal, penilaian Adipura tahun ini hanya diberikan bagi kota yang bersih dan teduh (clean and green city) dengan menerapkan prinsip good governance.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Sumenep Dwita Andriani mengatakan, realita yang ada Sumenep tidak layak mendapatkan Adipura. Sebab, sesuai dengan kondisi yang ada banyak persoalan sampah tak teratasi, masalah penghijauan, masalah infrastruktur semisal drainase dan jalan serta beberapa kriteria penilaian lainnya masih jauh dari harapan masyarakat.
“Sebagian masyarakat masih belum sadar kebersihan lingkungan. Pengelolaan sampah oleh pemerintah masih setengah hati. Di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuan juga tidak dikelolah secara benar. Semua jenis sampah tidak dipisah dan tanpa ada daur ulang,” kata Ita panggilan akrab Dwita Andriani, Minggu lalu.
Persoalan lain, tumpukan sampah di sudut-sudut kota masih terlihat. Tempat sampah basah dan kering yang disediakan pemerintah daerah tidak difungsikan  warga. Seperti  di perumahan, pasar dan sepanjang jalan protokol. Bahkan, kali (sungai kecil) dari kota yang menuju Marengan masih terlihat sampah berserakan.
Ia menilai, Adipura yang didapat Kabupaten Sumenep hanyalah sebuah sulap belaka. Ketika ada tim penilai semua kekuatan dikerahkan. Padahal, sebelumnya kondisi kota sangat kotor. Nilai dasar dari perolehan Adipura pun tidak dipertahankan.
“Saat ini, sampah mulai berserakan di mana-mana. Bau busuk yang bersumber dari sampah seperti di terminal lama belum juga teratasi. Dalam hal ini sudah jelas, pemerintah tidak melaksanakan amanat UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,” ungkapnya.
Pemerintah daerah juga sering mengorbankan para pedagang kaki lima (PKL) hanya untuk meraih Adipura. Namun upaya  menciptakan budaya bersih dan membantu mencarikan solusi bagi PKL tak pernah dilakukan.  “Tenda PKL yang merupakan hak warga di areal taman bunga juga dilucuti hingga tiga bulan. Ini kan sangat tidak manusiawi,” tegasnya.
Sementara, Ketua LSM Pelangi Madura, Abd Salam memberi julukan Kota Sumenep mendapatkan piala Adi Pura-Pura. Sebab, piala Adipura hanya layak diberikan pada kota yang mampu menjaga kesebersihan dan mengelolah sampah.
Dicontohkan, pengepul barang rongsokan yang membiarkan barangnya menumpuk ke bahu jalan seperti di belakang perumahan Kodim dan sepanjang jalan Pasar Kayu Pabian merupakan bukti pemerintah gagal menggerakkan dan melibatkan warga menjaga kebersihan.
“Jadi, kita jangan bangga dulu dengan piala Adipura yang disabet tahun ini. Seharusnya malu dan cepat berbenah, sehingga tidak menjadi cerita yang memilukan sepanjang masa. Ada apa kok bisa meraih Adipura, padahal mengelolaan sampah tidak pernah dilakukan,” ungkapnya.
Menanggapi hal ini , Kepala Kantor Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sumenep, Febriyanto mengaku, sudah mensosialisasikan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah kepada masyarakat, sehingga keterlibatan semua pihak membuahkan hasil Adipura.
Meski demikian, ia juga mengakui, Sumenep masih kekurangan tempat sampah lebih dari 400 buah.Namun, warga sudah mulai tumbuh kesadaran memelihara kebersihan lingkungan. Bahkan, sudah ada persatuan pemulung yang sudah siap menjaga kebersihan.
“Secara bertahap, pengelolaan sampah yang mencapai 150 meter kubik setiap hari juga akan terus dibenahi,” janjinya.
Saat ini, ada dua mesin penghancur. Satu unit dilokasi TPA dan satunya dijadikan tempat pelatihan. Armada sudah ada 11 truk dengan kekuatan pasukan kuning sebanyak 260 orang dengan status kontrak tahunan. (Yan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons